Worldview Islam Sebagai Solusi Teoritik dan Aplikatif Dalam Melihat Dinamika Pemikiran Lembaga Dakwah
¹ Yoga Agus Yuliano
² Muhammad Firdaus
³ H. M. Yakub
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Abstrak
Worldview Islam merupakan kerangka konseptual yang berperan penting sebagai solusi teoritik dan aplikatif dalam memahami dinamika pemikiran lembaga dakwah. Artikel ini membahas bagaimana worldview Islam menjadi landasan ideologis yang kokoh sekaligus pedoman praktis bagi lembaga dakwah dalam menghadapi berbagai tantangan kontemporer, seperti modernisasi, sekularisasi, pluralisme agama, dan globalisasi informasi. Dengan menggunakan prinsip-prinsip tauhid, ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, serta nilai-nilai syariah sebagai pijakan utama, worldview Islam memungkinkan pengembangan teori-teori dakwah yang adaptif namun tetap konsisten dengan esensi ajaran agama. Selain itu, worldview ini juga mengarahkan strategi komunikasi dakwah agar lebih efektif melalui inovasi metode dan media penyampaian pesan tanpa mengorbankan integritas keagamaan.
Kata kunci: Worldview, Lembaga Dakwah, Dinamika Pemikiran, Solusi Teoritik, Solusi Aplikatif.
1. LATAR BELAKANG
Seluruh perbuatan manusia bersumber dari pemikiran. Pemikiran diawali dari pandangan alam (worldview) manusia terhadap segala sesuatu yang “exist” ada. Segala yang masuk kedalam panca indra manusia diserap ke dalam akal, berakumulasi dalam bentuk sikap dan perilaku manusia. Perilaku manusia secara kolektif dalam suatu komunitas masyarakat yang dilakukan secara berulang dan konsisten membentuk suatu budaya (culture) (Kusuma, 2022). Istilah "worldview" sudah lama ada di dunia akademik. Dalam praktik di masyarakat banyak ditemukan individu muslim yang tidak sejalan antara ilmu, iman dan amalnya. Misalnya, ada seorang muslim yang taat beribadah (sholat) tetapi percaya kepada pawang hujan, menjalankan ibadah puasa tetapi suka menonton video porno, atau bahkan membenarkan perilaku homoseksual (Zulham Effendi, 2020). Sebagai sejarawan sains, John Brooke menekankan bahwa worldview adalah pandangan dunia yang mengarahkan pada sains dan teknologi serta merujuk pada sistem nilai dan keyakinan agama.
Pandangan dunia Islam atau islamic worldview merupakan suatu cara pandang dalam melihat berbagai fenomena di alam semesta sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur‟an dan hadis (Syahri Ramadhan & Nelia Guswanti, 2024). Masudul Alam Choudhury mengatakan bahwa islamic worldview merupakan “the Islamic worldview is unique and universal across all systems”, yaitu pandangan dunia Islam yang unik dan universal terhadap semua sistem. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa ajaran fundamentalisme islam tentang keesaan Allah (tauhid) menjadi pijakan utama baik oleh ulama kontemporer maupun ulama terdahulu (Choudhury, 2019). Landasan inilah yang menjadi pijakan utama dalam pandangan islamic worldview, bahwa segala kejadian yang ada di alam semesta ini baik yang observable area (lahiriah) maupun dan unobservable area (batiniah) haruslah dilihat sesuai dengan kacamata al-Qur‟an dan hadis. Sebab hanya Allah lah satu-satunya yang mengetahui segala hakikat yang lahir maupun batin, termasuk persoalan jiwa manusia (psyche).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan model deskripif kualitatif. Data dikumpulkan melalui observasi dan literatur review dari berbagai sumber yang ada untuk memperdalam pemahaman. Dalam hal ini peneliti bertujuan untuk menggali lebih dalam pemahaman dinamika lembaga dakwah dari sudut pandangan dunia islam serta bagaimana meghadirkan solusi teoritik dan aplikatif dalam mengahadapinya perkembangannya. Analisis data dilakukan melalui metode induktif, yang berfokus pada pemahaman data yang ditemukan di berbagai sumber dan mengaitkannya dengan teori-teori terkini tentang islamic worldview dalam konteks lembaga dakwah.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep Islamic Worldview
Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah seorang pemikir Muslim terkenal yang merumuskan teori Islamic Worldview sebagai respon terhadap efek negatif dari sekularisme barat dan modernitas di kalangan Muslim (Didi Darmadi, 2025). Syed Naquib al-Attas mendefinisikan Worldview dengan istilah ru’yat al-Islam li al wujuddi terjemahkan sebagai cara pandang Islam terhadap realitas. yang berisi konsep-konsep kunci dalam Islam seperti konsep Tuhan, konsep wahyu, konsep manusia, konsep ilmu, konsep alam, dan sebagainya. Yang dengan bekal konsep worldview Islam ini seorang muslim akan bersikap adil terhadap segala hal (Azani & A. Harris, 2019). Syed Muhammad Naquib al-Attas dapat menilai suatu objek bukan hanya sebagai realitas, tapi juga harus mengandung kebenaran. Ketika memandang alam, Syed Muhammad Naquib al-Attas akan coba memahaminya sebagai seorang muslim, lalu menempatkannya secara adil untuk kemaslahatan umat, Syed Muhammad Naquib al-Attas memandang Pandangan Dunia Islam sebagai cara hidup yang didasarkan pada wahyu Tuhan dan kerangka kerja untuk memahami realitas, tujuan hidup, dan hubungan antara manusia, Tuhan, dan alam semesta (Muhammad Fahmi & Suhari Muharam, 2024).
Konsep Worldview Islam Syed Naquib al-Attas yang bertujuan agar mampu berlaku adil memiliki kesamaan dengan cara pandang (worldview) menurut H.M. Rasjidi yang bertujuan untuk menempatkan sesuatu secara seimbang (adil) (Rasyidi, 1988). Menurut Rasjidi, cara pandang (Worldview) Islam menghendaki adanya keseimbangan antara kegiatan berfikir (ratio) dan kegiatan merasa, sehingga manusia pun mencapai kemajuan yang seimbang dalam hidupnya, yaitu kemajuan material dan spiritual yang harmonis.
Melalui konsep ini Syed Naquib al-Attas sekaligus memperbaiki konsep tasawwuf yang sering disalahpahami bahwa tingkat tertinggi kedekatan seorang hamba dengan pencipta-Nya adalah pada derajat Ihsan yang bukan berarti sudah terbebas dari perintah dan larangan Allah SWT, melainkan membentuk hirarki yang berhubungan. Syed Naquib al-Attas mendefinisikan tasawwuf sebagai “I’malu syari’at fi maqomi al-ihsan” (menjalankan syariat pada level Ihsan). H.M Rasjidi juga menggunakan maqomat pada pengajaran tasawwuf untuk menjelaskan jenjang ilmu dalam Islam, yang memiliki tujuan akhir yaitu semakin mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah SWT. yang harus di upayakan secara sungguh-sungguh (mujahadah) untuk melawan hawa nafsu dan juga bisikan setan.
Menurut H.M. Rasjidi, seorang muslim harus dapat memfungsikan rasa (qolbu) sesuai dengan fungsinya. Maksud dari sesuai fungsinya adalah sesuai perintah (kemauan) Allah SWT. orang yang berilmu dengan ilmu yang haq (ilmu dari Allah), akan mampu memfungsikan rasa yang telah Allah berikan sesuai dengan fungsi sebenarnya. Hal ini sejalan dengan makna adil yang didefinisikan oleh Syed Naquib al-Attas, yakni wadh’u al-sya’i fi mahallihi (menempatkan sesuatu pada tempatnya). Dalam hal ini, seorang muslim mampu menempatkan qolbunya sesuai dengan tempatnya (fungsinya) yang telah Allah tetapkan. Perwujudan dari semua aktifitas itulah yang menggambarkan worldview Islam, yaitu kesesuaian antara ilmu, iman, dan amal.
Dinamika Pemikiran Lembaga Dakwah Berdasarkan Worldview Islam
Lembaga dakwah secara global telah mengalami perkembangan signifikan sejak era kolonial hingga era digital (Hafni Rambe et al., 2024). Begitupun di Indonesia pada masa awal kemerdekaan, dakwah banyak dilakukan secara tradisional melalui pengajian dan ceramah di masjid. Lembaga seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama telah menjadi penggerak dalam mengimplementasikan dakwah islam di Indonesia.
Namun sejak era reformasi dan globalisasi, beberapa lembaga dakwah baru hadir dengan paradigma manajerial kontemporer seperti Rumah Zakat, Dompet Dhuafa, dan Wahdah Islamiyah. Perubahan tersebut mencerminkan adanya penyesuaian lembaga dakwah terhadap perkembangan zaman, seperti penggunaan media digital, pengelolaan dana secara profesional, hingga pendekatan berbasis data.
Worldview islam memandang perubahan pemikiran di dalam lembaga dakwah seringkali muncul sebagai respon terhadap realitas sosial dan politik. Berikut adalah beberapa dinamika pemikiran yang menonjol, antara lain:
1. Profesionalisasi Dakwah
Banyak lembaga yang kini mengadopsi pendekatan manajerial dalam mengelola program-program dakwah. Hal ini meningkatkan efisiensi, namun juga dapat menggeser orientasi dari amar ma'ruf nahi munkar menjadi berorientasi pada keuntungan. Pandangan hidup Islam mengingatkan bahwa keberhasilan dakwah tidak semata-mata diukur secara kuantitatif, tetapi kualitas keberlangsungan nilai-nilai ilahiyah dalam masyarakat.
2. Komersialisasi dan Perayaan Dakwah
Fenomena dai selebriti dan monetisasi dakwah melalui media sosial menimbulkan perdebatan. Meski membuka peluang dakwah yang lebih luas, namun hal tersebut berpotensi menjadikan dakwah sebagai komoditas hiburan. Dalam pandangan Islam, dakwah adalah tabligh amanah, bukan panggung pribadi (Hendra, 2018).
3. Politisasi Dakwah
Beberapa lembaga dakwah terlibat dalam dinamika politik praktis yang sering kali menimbulkan polarisasi umat. Ketika dakwah menjadi alat untuk mendulang suara atau kekuasaan, maka pandangan dunia Islam sebagai panduan objektif terancam tergantikan oleh ideologi pragmatis.
Peran Worldview Islam dalam Lembaga Dakwah
Peran worldview Islam dalam lembaga dakwah sangat krusial karena ia menjadi kerangka epistemologis dan ideologis yang mengarahkan seluruh aktivitas dakwah. Tanpa worldview Islam yang kuat, lembaga dakwah rentan menjadi reaktif terhadap perubahan zaman, bahkan bisa kehilangan arah.
1. Sebagai Solusi Teoritik
Dalam persoalan kalam, Syed Naquib Al Attas dan H. M Rasjidi kedua tokoh ini menurut penulis memegang prinsip yang sama, misalnya 1) akal tidak dapat mengetahui baik dan buruk, 2) Wahyu (al-Qur’an) merupakan sumber ilmu tertinggi karena bersumber dari Yang Maha Mengetahui yaitu Allah Swt dan wahyu bersifat mutlak dan absolut. 3) Manusia dengan akal dan panca inderanya hanya dapat sampai kepada mengetahui adanya pencipta, sementara siapa Pencipta, nama-Nya, sifat-sifat-Nya, hanya dapat diketahui melalui wahyu, 4) Manusia memiliki tujuan final yaitu alam akhirat, sementara dunia menjadi jalan untuk mencapainya, 5) meyakini Islam sebagai satu-satunya agama wahyu yang asli.
Namun, diantara kesamaan yang tampak dari tulisan-tulisannya, penulis mendapati perbedaan di antara kedua tokoh cendikiawan muslim kontemporer ini. Perbedaannya terdapat pada pendekatan (approach) yang digunakan dalam mendefinisikan Islam sebagai cara pandang (worldview) untuk meng-counter pemikiran-pemikiran dari luar Islam.
2. Sebagai Solusi Aplikatif
Pembahasan worldview Islam sudah cukup banyak dibahas. Namun dalam prakteknya mungkin akan sukar difahami oleh kalangan awam. Pemikiran berkenaan dengan itu, pada akhir pembahasan ini, penelitian menjelaskan praktek yang boleh di upayakan bagi seorang muslim untuk boleh untuk menjalankan Islam sebagai perspektif.
Syed Naquib al-Attas menekankan kepada istilah-istilah kunci dalam Islam, misalnya; din, adil, adab, nabi, wahyu, ilmu, iman, sa’adah, taqwa, islam, dan lain sebagainya untuk bisa dipahami dari pemaknaan Al-Qur’an. Pemahaman akan istilah kunci (keyterm) tersebut secara perlahan dapat mengarahkan cara pandang seorang muslim dalam melihat realitas (wujud). Secara tidak langsung ketika konsep kunci itu dipahami secara benar, seseorang akan dapat menentukan sesuatu itu bertentangan dengan ajaran Islam atau tidak bertentangan, serta mampu menempatkan segala objek yang ada pada tempat yang benar.
Contoh lainnya, seorang muslim yang memahami konsep “din” dengan benar, akan meyakini bahwa Islam adalah agama satu-satunya yang benar, dan menjadikan seluruh aktivitas kesehariannya sebagai upaya untuk membayar hutang (dayn) kepada Allah Swt. Lebih lagi, ia akan semangat dalam memperjuangkan Islam untuk mewujudkan peradaban (tamaddun). Dengan pemahaman tentang worldview Islam, akan memperbaiki kondisi umat Islam di masa sekarang dari cara berfikir yang tidak islami. Sehingga munculah manusia-manusia yang bersesuaian antara ilmu, iman dan amalnya (al-insan al-kamil). Tidak ada lagi muslim yang mengatakan “semua agama sama”, karena sudah memahami konsep “din” dengan benar. Tidak ada lagi yang percaya kepada dukun dengan praktik kemusyrikannya, karena telah memahami konsep Tuhan dalam worldview Islam dengan benar. Tidak ada lagi yang mengatakan “yang penting berbuat baik, apapun agamanya akan diterima di sisi Allah”, karena telah memahami konsep din, ilm dan moral dalam worldview Islam. Itulah harapan yang hanya bisa diwujudkan apabila proses ishlah ini dilakukan secara kolektif, bukan parsial.
Tentu saja, pemahaman tentang konsep Islamic worldview hanya bisa didapatkan dari guru-guru yang memahami konsep worldview itu sendiri. Oleh karena itu, pengajaran, seminar dan diskusi tentang konsep worldview Islam harus terus dilakukan. Semakin intens penyebarannya, maka semakin cepat pula proses perbaikan umat akan tercerahkan.
4. KESIMPULAN
Worldview Islam merupakan kerangka konseptual yang sangat penting dalam memahami dan mengelola dinamika pemikiran lembaga dakwah. Sebagai pandangan dunia yang berakar pada prinsip-prinsip tauhid, risalah Nabi Muhammad SAW, serta nilai-nilai syariah, worldview ini tidak hanya memberikan landasan teoritik yang kokoh tetapi juga pedoman aplikatif yang relevan dengan perkembangan zaman.
Secara teoritik, worldview Islam berfungsi sebagai fondasi ideologis bagi lembaga dakwah untuk membangun paradigma pemikiran yang konsisten dan komprehensif. Dengan menggunakan worldview ini, lembaga dakwah dapat mengembangkan teori-teori keagamaan dan sosial yang sesuai dengan konteks umat Islam tanpa terpengaruh oleh ideologi asing atau sekularisme. Worldview Islam memungkinkan analisis kritis terhadap berbagai fenomena sosial-politik dari perspektif Islami sehingga menghasilkan solusi-solusi intelektual yang autentik dan relevan.
Selain itu, worldview Islam bersifat adaptif terhadap perubahan zaman. Hal ini memungkinkan lembaga dakwah untuk tetap responsif terhadap tantangan modernisasi, globalisasi, pluralisme agama, serta perkembangan teknologi informasi tanpa kehilangan esensi ajaran agama. Dengan demikian, worldview ini menjadi alat strategis dalam merumuskan pendekatan-pendekatan baru dalam berdakwah agar pesan-pesan keagamaan dapat diterima secara efektif oleh masyarakat luas.
Tidak ada komentar