Polemik Lapor Bup Memanas, Aktivis Media: “Ini Soal Akuntabilitas, Bukan Fitnah”

Kayuagung, jendelasumsel.comPolemik publikasi laporan dugaan pelecehan melalui kanal Lapor Bup kembali mencuat. Sejumlah pihak menilai platform aduan masyarakat ini dianggap “kebablasan”. Namun, aktivis media Rachmat Sutjipto yang merupakan pengurus IWO OKI menegaskan tudingan itu tidak berdasar.

Menurut Rachmat, kanal pengaduan seperti Lapor Bup justru merupakan instrumen resmi yang dibangun atas dasar hukum. Ia menyebut UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Presiden tentang Pengelolaan Pengaduan sebagai landasan hadirnya aplikasi tersebut.

“Tujuannya jelas, membuka akses warga untuk mengadu dan memastikan aduan diproses. Ini soal akuntabilitas, bukan soal menabur fitnah,” tegas Rachmat, Kamis (25/9).

Fitur Anonim dan Transparansi Publik

Rachmat menjelaskan, salah satu fitur penting dalam Lapor Bup adalah pilihan kerahasiaan identitas pelapor. Warga bisa memilih melapor secara anonim atau memberi persetujuan agar laporannya tampil di ruang publik. Mekanisme ini sejalan dengan prinsip persetujuan dalam Pasal 26 UU ITE sekaligus menjaga hak masyarakat untuk mengetahui tindak lanjut laporan.

“Kalau pelapor memilih anonim, identitasnya dirahasiakan. Kalau publik, warga bisa ikut memantau prosesnya,” jelasnya.

Ia menambahkan, laporan yang masuk tidak serta merta menjadi keputusan akhir. Ada proses berjenjang mulai dari penerimaan dan verifikasi, klasifikasi aduan, hingga rujukan ke OPD, inspektorat, atau aparat penegak hukum bila diperlukan.

“Publikasi laporan berfungsi sebagai kontrol agar aduan tidak hilang di meja birokrasi. Publikasi bukan putusan bersalah, tetapi menandai adanya aduan yang sedang diproses,” ujar Rachmat.

Bukan Kasus Tunggal

Rachmat menyebut, kanal serupa telah lama berjalan di berbagai daerah dan tingkat nasional, antara lain:

  • SP4N-LAPOR (Lapor.go.id) yang menghubungkan laporan warga ke kementerian, lembaga, dan pemda.

  • Sapawarga (Jawa Barat) untuk aduan layanan publik, penyimpangan, dan pelanggaran.

  • Berbagai aplikasi daerah lain dengan mekanisme anonim/publik yang serupa.

Kategori laporan pun beragam, mulai dari infrastruktur, layanan kesehatan, pungutan liar, hingga dugaan tindak pidana atau asusila. Untuk kasus sensitif, mekanisme perlindungan identitas pelapor dan korban tetap diterapkan.

“Kasus Camat Cengal sudah ditangani dengan baik oleh Dinas Kominfo, mekanismenya jelas,” tambahnya.

Klarifikasi soal UU ITE dan Nama Baik

Menanggapi kritik soal potensi pelanggaran Pasal 26 UU ITE maupun pencemaran nama baik, Rachmat menilai kanal pengaduan resmi tetap berada dalam koridor hukum. Prinsip persetujuan penggunaan data pribadi sudah diterapkan, sementara pencemaran nama baik tunduk pada pembuktian niat dan kebenaran.

“Kalau laporan terbukti palsu, jalur hukum tersedia untuk menindak pelapor yang berniat merugikan, tanpa menyalahkan pengelola kanal,” jelasnya.

Sejalan dengan Visi Bupati OKI

Rachmat menegaskan, keberadaan Lapor Bup justru memperkuat visi Bupati OKI dalam mewujudkan pemerintahan yang transparan dan akuntabel.

“Dengan kanal ini, Bupati bisa memantau proses layanan secara real time, memastikan aduan tidak terabaikan, dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” ujarnya.

Menurutnya, menutup ruang aduan dengan alasan kebablasan justru melemahkan kontrol publik.

“Lapor Bup bukan ancaman bagi privasi atau nama baik. Ini instrumen penting untuk pelayanan cepat, transparan, dan akuntabel seperti yang diharapkan Bupati OKI,” tandasnya. (0ni)



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.