Kejati Sumsel Tahan Dua Tersangka Obstruction of Justice Kasus Korupsi di DPMD Muba


Palembang, jendelasumsel.comKejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) kembali menunjukkan keseriusannya dalam menegakkan hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi di lingkungan pemerintahan. Pada Senin, 2 Juni 2025, tim penyidik Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sumsel menahan dua orang tersangka dalam perkara Obstruction of Justice yang terkait dengan kasus korupsi di Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) tahun anggaran 2019–2023.

Kedua tersangka tersebut yakni MO, seorang penasihat hukum, dan MH, Kepala Seksi Program Pembangunan Ekonomi Desa pada DPMD Muba. Penetapan mereka sebagai tersangka dilakukan setelah tim penyidik mengantongi cukup bukti melalui pemeriksaan intensif sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-10/L.6/Fd.1/04/2025 tanggal 23 April 2025.

Berdasarkan informasi dari Kejati Sumsel, MO ditetapkan sebagai tersangka melalui surat TAP-12/L.6.5/Fd.1/06/2025 dan langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas I Palembang, terhitung sejak 2 hingga 21 Juni 2025. Sementara MH, meski juga telah ditetapkan sebagai tersangka (TAP-13/L.6.5/Fd.1/06/2025), saat ini menjalani penahanan dalam perkara korupsi lain yang sedang berjalan.


Modus: Skenario Pengaburan Fakta

Keduanya diduga kuat telah melakukan rekayasa penyidikan dalam upaya menghalangi pengungkapan fakta sebenarnya terkait kasus korupsi pengadaan jaringan komunikasi dan informasi desa. Modus operandi mereka, berdasarkan hasil penyidikan, yakni dengan menyusun skenario agar dua saksi lainnya, yakni RD dan MA, memberikan keterangan yang tidak sesuai fakta guna melindungi pihak-pihak tertentu dari jerat hukum.

Tindakan MO dan MH tersebut dianggap melanggar Pasal 21 atau Pasal 22 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.


Penyidikan Terus Bergulir

Hingga saat ini, tim penyidik telah memeriksa sedikitnya 12 orang saksi guna mengungkap lebih jauh praktik kecurangan yang diduga melibatkan sejumlah pejabat dan pihak swasta dalam proyek yang seharusnya menopang digitalisasi desa tersebut.

Kejaksaan memastikan proses hukum akan terus berjalan secara profesional dan transparan. Langkah tegas ini menunjukkan bahwa upaya menghalangi keadilan (obstruction of justice) tidak akan ditoleransi dalam sistem hukum di Indonesia. (Red)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.