Klarifikasi Bupati OKI Soal Mobil Dinas DPRD Rp5,1 Miliar: Sudah Direncanakan Sejak Tahun Lalu
“Pengadaan ini sudah dibahas bersama DPRD pada tahun sebelumnya. Artinya, prosesnya bukan sesuatu yang tiba-tiba, melainkan sudah melalui mekanisme perencanaan dan kesepakatan antara Pemda dan DPRD,” ujar Muchendi kepada wartawan, Selasa (1/7/2025).
Menurut Bupati, alasan utama pengadaan kendaraan dinas ini adalah karena armada yang digunakan pimpinan DPRD saat ini sudah dalam kondisi tidak layak pakai dan dikhawatirkan dapat menghambat pelaksanaan tugas-tugas kedewanan.
“Saya meyakini ini adalah kebutuhan yang mendesak. Kendaraan dinas pimpinan DPRD saat ini sudah tidak layak, padahal mereka memiliki mobilitas tinggi, terutama saat melaksanakan reses dan agenda-agenda kedewanan lainnya,” jelasnya.
Ia juga menyoroti kondisi infrastruktur di sejumlah wilayah OKI yang belum memadai, sehingga kendaraan yang lebih layak sangat diperlukan.
“Kita tahu bahwa kondisi jalan di beberapa daerah masih belum baik. Maka jangan sampai aktivitas mereka terhambat hanya karena kendala kendaraan. Anggaran ini ditujukan untuk kebutuhan yang benar-benar mendesak,” tegas Muchendi.
DPRD Anggarkan Miliaran, Saat Bupati Tunda Mobil Dinas
Sebelumnya, publik ramai membahas paket pengadaan kendaraan dinas pimpinan DPRD OKI yang tercantum dalam laman Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) LKPP. Tercatat, dua unit kendaraan dinas direncanakan untuk Ketua dan Wakil Ketua DPRD, masing-masing dengan kapasitas maksimal 2.500 cc dan 2.200 cc, dengan total anggaran Rp5,1 miliar dari APBD OKI 2025.
Rencana tersebut menjadi kontras dengan sikap Bupati OKI Muchendi Mahzareki yang pada rapat paripurna DPRD tanggal 4 Maret 2025 lalu menyampaikan penundaan pembelian mobil dinas jabatannya. Ia mengalihkan anggaran pembelian mobil dinas bupati sebesar Rp1,5 miliar untuk membiayai pembangunan jalan dan sektor prioritas lainnya seperti kesehatan dan pendidikan.
“Kita tunda dulu pembelian mobil dinas bupati. Dialihkan untuk kebutuhan lebih prioritas seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur,” kata Muchendi kala itu.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa efisiensi anggaran harus menyasar pos-pos belanja pejabat, bukan hak-hak rakyat.
“Yang diefisiensi bukan untuk rakyat, tapi jatah kita,” ujarnya.
Publik Menanti Sikap DPRD
Langkah berbeda antara eksekutif dan legislatif ini memicu tanda tanya besar. Apakah semangat efisiensi anggaran di Kabupaten OKI benar-benar menjadi komitmen bersama? Ataukah hanya sebatas slogan?
Publik kini menunggu klarifikasi dari pihak DPRD OKI terkait urgensi pengadaan kendaraan dinas tersebut, serta sejauh mana kebijakan itu sejalan dengan visi penghematan dan prioritas pembangunan yang selama ini digaungkan oleh kepala daerah. (0ni)
Tidak ada komentar